Indonesia adalah Negara yang memiliki banyak pulau, banyak
kondisi sosio-kultural, terletak di geografis yang berbeda yang begitu luas.
Ada 13.000 pulau yang berada di Indonesia. Pulau yang banyak tersebut dihuni
oleh 200 juta lebih manusia, mulai dari Sabang sampai Meroke, terbentang garis
khatulistiwa. Manusia yang menempati pulau itu memiliki banyak kebudayaan dan
adat masing daerah.
Di Indonesia
terdapat puluhan etnis yang memiliki budaya masing-masing misalnya, di Pulau
Sumatera: Aceh, Batak, Minang, Melayu (Deli, Riau, Jambi, Palembang, Bengkulu,
dan sebagainya), Lampung; di Pulau Jawa: Sunda, Badui (masyarakat tradisional
yang mengisolasi diri dari dunia luar di Provinsi Banten), Jawa dan Madura;
Bali; Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur: Sasak, Mangarai, Sumbawa,
Flores, dan sebagainya; Kalimantan: Dayak, Melayu, Banjar; Sulawesi: Bugis,
Makassar, Toraja, Gorontalo, Minahasa, Manado; Maluku: Ambon, Ternate; Papua:
Dani, Asmat.
Bangsa
Indonesia yang penduduknya terdiri dari berbagai etnis dan budaya merupakan
suatu kebanggaan tersendiri oleh masyarakatnya. Banyaknya budaya tersebut
menjadikan Indonesia terkenal dengan kebudayaan tersebut, sehingga terdapat
aspek menarik untuk di kunjungi maupun diteliti lebih dalam. Dengan beragam manusia
dan budaya tersebut, maka Indonesia mempunyai dasar Negara Indonesia Pancasila,
dan lambing Negara Indonesia burung garuda yang mempunyai tulisan “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya,
walaupun berbeda tetap satu.
Di beberapa daerah di Indonesia banyak adat yang mengajarkan
tentang pendidikan multikultural, dari berbagai adat dan kebudayaan yang
multikultur, akan menjadikan budaya yang melambangkan pendidikan multikultural,
sehingga dengan hal multikultur, daerah tersebut bisa menerima budaya yang sifatnya
positif dan baik. Salah satu kebudayaan yang membangun budaya Indonesia adalah
kebudayaan Minangkabau, daerah yang pada umumnya berada pada provinsi Sumatera
Barat.
Minangkabau
adalah bagian daerah yang berada di Sumatera Barat yang mempunyai keberagaman
budaya yang membentuk manusia multikutural yang dinamis. Hal ini bisa jadi
kajian terhadap nilai-nilai yang membuat masyarakat majemuk menjadi hidup
berdampingan dengan baik dan harmonis.
Perkembangan Penduduk
Adat Minangkabau berisikan berbagai konsep yang telah menyatu
dengan baik, sehingga semua kalangan bisa menerimanya dengan kebangaan. Semua
itu terlihat dengan cara mereka menanamkan konsep tersebut dalam generasi
selanjutnya. Hal ini dilakukan masyarakat agar bisa terpelihara segala bentuk adat
yang baik di antara mereka. Salah satu konsep yang mereka pahami adalah di mana
bumi dipijak, di sana langit dijunjung, artinya mereka akan beradaptasi dengan
cepat dengan tempat yang mereka datangi. Hal ini mendorong perkembangan
Minangkabau dengan pesat.
Dilain Pihak
ada yang bisa berubah sesuai dengan kemajuan zaman. Hal ini adalah bagian dari
adatt dengan istilah, “sakali aie gadang,
sakli tapian barubah”, (sekali air besar, sekali tepian berubah). Bagian ini
terjadi pada adat masing-masing nagari yang berkaitan dengan adat istiadat dan adat nan teradat. Adat ini masing-masing daerah mempunyai perbedaan
yang hamper sama dan tidak mungkin sama. Semua itu tergantung teknis dari
pelaksanaan tata cara adat tersebut.
Faktor Demografi
Ada istilah yang di gadang-gadangkan masyarakat minang yaitu,
Rantau. Rantau adalah sebuah kondisi
di mana seorang pemuda minang melakukan perjalanan ke sebuah daerah di luar Pulau
Sumatera. Pemuda tersebut di dorong untuk berkembang di tanah tetangga. Berawal
merantau menggunakan kapal, sekarang ini sudah banyak metode lain yang dapat di
gunakan untuk melakukan rantau. Hal ini mempercepat penyebaran pemuda minang di
sekitar Pulau Sumatera. Pemuda minang tersebut akan kembali ke tanah kelahirannya
ketika ia sudah mencapai sebuah milestone (pencapaian). Biasanya pemuda minang
akan kembali ke Sumatera setelah mencapai sebuah kesuksesan, entah itu membuka
rumah makan di kota, atau pun mendapatkan pekerjaan tetap di sebuah perusahaan.
Biasanya
pemuda perantau pulang ke tanah kelahirannya membawa tidak hanya harta benda,
melainkan budaya baru juga, budaya yang ia dapat dari tempat ia merantau.
Penggabungan kultur inilah yang menjadi salah satu faktor pesatnya perkembangan
penduduk Minangkabau.
Tidak semua pemuda minang yang merantau kembali ke tanah
minang. Sebagian besar pemuda tersebut menetap di daerah rantauan mereka. Hal
ini merupakan salah satu penyebab penyebaran masyarakat minang di Nusantara. Orang
Minangkabau ini banyak menyebar di seluruh Indonesia bahkan sampai ke manca-negara.
Mereka ini berbagai macam profesi dan keahlian, antara lain sebagai politisi,
penulis, ulama, pengajar, jurnalis, dan pedagang. Majalah Tempo dalam edisi
khusus tahun 2000 mencatat bahwa 6 dari 10 tokoh penting Indonesia di abad
ke-20 merupakan orang Minangkabau. Di akhir abad ke-16, ulama Minangkabau Dato Ri
Banding, Dato Ri Patimang, dan Dato Ri Tiro, menyebarkan Islam di Indonesiia
timur dan mengislamkan kerajaan Gowa.
Kebudayaan & Kepribadaian
Di Minangkabau ada mamak
dan ada kemanakan, artinya ada paman
dan ada keponakan. Mamak dalam adat
itu adalah pemimpin sekaligus guru, sedangkan kemanakan adalah yang di pimpin.
Antara pemimpin dan yang dipimpin harus ada hubungan yang harmonis dan saling
menjaga hubungan itu dengan baik dengan cara memberikan nilai-nilai
adat
tersebut terhadap yang dipimpinnya. Dalam adat Minangkabau terkenal dengan
pepatah yang berbunyi, “kemanakan, barajo
ka mamak, mamak barajo ka panghulu, panghulu, baraho kamufakat, mufakat barajo
ka nan bana, nan bana badiri sandirinyo”, (paman beraja ke paman, paman
beraja ke pemungka adat, pemuka adat beraja kemufakat, mufakat beraja ke yang
benar, yang benar berdiri sendiri). Artinya segala sesuatu harus diselesaikan
dengan mengambil keputusan secara musyawarah menuju mufakat, akan tetapi harus
berdasarkan kebenaran. Kebenaran ini diambil dari sisi pemikiran, serta adat
dan dilengkapi dengan sempurna oleh kitabullah (Kitab Allah).
Para kemenakan adalah warga dan para penghulu
sekaligus pemimpin, mereka semua adalah manusia-manusia yang bebas dan merdeka,
kata mufakat melalui proses musyawarah dengan “baio-batido-beria-bertidak”, (beriyak bertindak) yang mengutamakan
kepentingan bersama di atas yang lainnya. Prinsip yang dituntut di sini adalah
prinsip demokrasi atas dasar “duduk sama
rendah, tegak sama tinggi”. (duduk sama rendah, berdiri sama tinggi) di
antara sesame dalam menyelesaikan semua persoalan, dengan semangat dan
musyawarah: “ tiada kusut yang tidak
terselesaikan dan tiada keruh yang terjernihkan”, (tidak ada kusut yang
tidak bisa di selesaikan, dan tidak ada yang keruh tidak jernih). Proses
musyawarah berjalan menurut jalur “alur
nan patut”, (Alur yang pantas) dengan tujuan “bulat air di pembuluh, bulat kata di mufakat”, (bulat air di polongan,
bulat kata di mufakat).
Jika dilihat dari segi demokrasi Minangkabau mengandung
demokrasi egaliter dengan “duduk sama
rendah tegak sama tinggi” ini diperkuat lagi dengan sifat-sifat hubungan
yang terbuka, kompetitif, kooperatif dan resiprokal dengan prinsip: “lamak di awak katuju di urang” (disukai
oleh kedua belah pihak; win-win
cooperation). Prinsip yang sama adalah menerima perbedaan pendapat dan
mengakomodasi konflik. Semua itu diungkapkan oleh adagium-adagium adat dalam
bentuk pantun, pepatah dan peribahasa.
Adat dan
kebudayaan Minangkabau juga menerima prinsip-prinsip pembaruan dengan otoritas change and stability. Akan tetapi ada
hal yang tidak bisa di rubah dalam adat Minangkabau yaitu masalah agama, suku
dan harta pusaka. Ini tertuang dalam pepatah adat yang berbunyi, “indak lakang dek paneh, indak lapuak ek
hujan”, (tidak hancur oleh panas, tidak rusak oleh hujan). Ini adalah
bagian adat yang sebenarnya adat.
Di tinjau
dari segi agama, adat Minangkabau terbagi atas dua yaitu; yaitu adat yang
bersifat jahiliyah dan adat yang bersifat Islamiyah. Adat yang bersifat
jahiliyah dan adat yang bersifat jahiliyah terjadi ketika agama Islam belum
masuk, karena masih banyak penyimpangan terjadi, sedangkan adat Islamiyah,
yaitu adat yang telah sesuai dengan ajaran agama Islam dan berlandasan pad
agama Islam. Hal ini ditandai dengan perubahan yang terjadi pada adat tersebut.
Adat telah melakukan apa perintah dan larangan agama. Sehingga adat tersebut
dikenal dengan pepatah Minangkabau, “adat
basandi syarak, syarak basandi kitabullah”.
Kepribadian
Minangkabau merupakan salah satu contoh kekayaan Indonesia akan adat dan
budaya. Semua adat dan kebudayaan yang di capai masyarakat Minangkabau bagian
dari jati diri Bangsa Indonesia. Di situlah kita sebagai masyarakat Indonesia
harus ingat, walau beragam, kita ini satu, Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika.
Daftar
Pustaka
Bary
Khairul, S.PdI, (2014), PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM ADAT
MINANGKABAU MENURUT PEMANGKU ADAT DI SUMATERA BARAT, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar