Kamis, 06 Desember 2018

Kekayaan Adat dan Budaya Minangkabau


Indonesia adalah Negara yang memiliki banyak pulau, banyak kondisi sosio-kultural, terletak di geografis yang berbeda yang begitu luas. Ada 13.000 pulau yang berada di Indonesia. Pulau yang banyak tersebut dihuni oleh 200 juta lebih manusia, mulai dari Sabang sampai Meroke, terbentang garis khatulistiwa. Manusia yang menempati pulau itu memiliki banyak kebudayaan dan adat masing daerah.


Di Indonesia terdapat puluhan etnis yang memiliki budaya masing-masing misalnya, di Pulau Sumatera: Aceh, Batak, Minang, Melayu (Deli, Riau, Jambi, Palembang, Bengkulu, dan sebagainya), Lampung; di Pulau Jawa: Sunda, Badui (masyarakat tradisional yang mengisolasi diri dari dunia luar di Provinsi Banten), Jawa dan Madura; Bali; Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur: Sasak, Mangarai, Sumbawa, Flores, dan sebagainya; Kalimantan: Dayak, Melayu, Banjar; Sulawesi: Bugis, Makassar, Toraja, Gorontalo, Minahasa, Manado; Maluku: Ambon, Ternate; Papua: Dani, Asmat.

Bangsa Indonesia yang penduduknya terdiri dari berbagai etnis dan budaya merupakan suatu kebanggaan tersendiri oleh masyarakatnya. Banyaknya budaya tersebut menjadikan Indonesia terkenal dengan kebudayaan tersebut, sehingga terdapat aspek menarik untuk di kunjungi maupun diteliti lebih dalam. Dengan beragam manusia dan budaya tersebut, maka Indonesia mempunyai dasar Negara Indonesia Pancasila, dan lambing Negara Indonesia burung garuda yang mempunyai tulisan “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya, walaupun berbeda tetap satu.

Di beberapa daerah di Indonesia banyak adat yang mengajarkan tentang pendidikan multikultural, dari berbagai adat dan kebudayaan yang multikultur, akan menjadikan budaya yang melambangkan pendidikan multikultural, sehingga dengan hal multikultur, daerah tersebut bisa menerima budaya yang sifatnya positif dan baik. Salah satu kebudayaan yang membangun budaya Indonesia adalah kebudayaan Minangkabau, daerah yang pada umumnya berada pada provinsi Sumatera Barat.


Minangkabau adalah bagian daerah yang berada di Sumatera Barat yang mempunyai keberagaman budaya yang membentuk manusia multikutural yang dinamis. Hal ini bisa jadi kajian terhadap nilai-nilai yang membuat masyarakat majemuk menjadi hidup berdampingan dengan baik dan harmonis.



Perkembangan Penduduk

Adat Minangkabau berisikan berbagai konsep yang telah menyatu dengan baik, sehingga semua kalangan bisa menerimanya dengan kebangaan. Semua itu terlihat dengan cara mereka menanamkan konsep tersebut dalam generasi selanjutnya. Hal ini dilakukan masyarakat agar bisa terpelihara segala bentuk adat yang baik di antara mereka. Salah satu konsep yang mereka pahami adalah di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung, artinya mereka akan beradaptasi dengan cepat dengan tempat yang mereka datangi. Hal ini mendorong perkembangan Minangkabau dengan pesat.

Dilain Pihak ada yang bisa berubah sesuai dengan kemajuan zaman. Hal ini adalah bagian dari adatt dengan istilah, “sakali aie gadang, sakli tapian barubah”, (sekali air besar, sekali tepian berubah). Bagian ini terjadi pada adat masing-masing nagari yang berkaitan dengan adat istiadat dan adat nan teradat. Adat ini masing-masing daerah mempunyai perbedaan yang hamper sama dan tidak mungkin sama. Semua itu tergantung teknis dari pelaksanaan tata cara adat tersebut.

Faktor Demografi 

Ada istilah yang di gadang-gadangkan masyarakat minang yaitu, Rantau. Rantau adalah sebuah kondisi di mana seorang pemuda minang melakukan perjalanan ke sebuah daerah di luar Pulau Sumatera. Pemuda tersebut di dorong untuk berkembang di tanah tetangga. Berawal merantau menggunakan kapal, sekarang ini sudah banyak metode lain yang dapat di gunakan untuk melakukan rantau. Hal ini mempercepat penyebaran pemuda minang di sekitar Pulau Sumatera. Pemuda minang tersebut akan kembali ke tanah kelahirannya ketika ia sudah mencapai sebuah milestone (pencapaian). Biasanya pemuda minang akan kembali ke Sumatera setelah mencapai sebuah kesuksesan, entah itu membuka rumah makan di kota, atau pun mendapatkan pekerjaan tetap di sebuah perusahaan.


Biasanya pemuda perantau pulang ke tanah kelahirannya membawa tidak hanya harta benda, melainkan budaya baru juga, budaya yang ia dapat dari tempat ia merantau. Penggabungan kultur inilah yang menjadi salah satu faktor pesatnya perkembangan penduduk Minangkabau.

Tidak semua pemuda minang yang merantau kembali ke tanah minang. Sebagian besar pemuda tersebut menetap di daerah rantauan mereka. Hal ini merupakan salah satu penyebab penyebaran masyarakat minang di Nusantara. Orang Minangkabau ini banyak menyebar di seluruh Indonesia bahkan sampai ke manca-negara. Mereka ini berbagai macam profesi dan keahlian, antara lain sebagai politisi, penulis, ulama, pengajar, jurnalis, dan pedagang. Majalah Tempo dalam edisi khusus tahun 2000 mencatat bahwa 6 dari 10 tokoh penting Indonesia di abad ke-20 merupakan orang Minangkabau. Di akhir abad ke-16, ulama Minangkabau Dato Ri Banding, Dato Ri Patimang, dan Dato Ri Tiro, menyebarkan Islam di Indonesiia timur dan mengislamkan kerajaan Gowa.



Kebudayaan & Kepribadaian

Di Minangkabau ada mamak dan ada kemanakan, artinya ada paman dan ada keponakan. Mamak dalam adat itu adalah pemimpin sekaligus guru, sedangkan kemanakan adalah yang di pimpin. Antara pemimpin dan yang dipimpin harus ada hubungan yang harmonis dan saling menjaga hubungan itu dengan baik dengan cara memberikan nilai-nilai
adat tersebut terhadap yang dipimpinnya. Dalam adat Minangkabau terkenal dengan pepatah yang berbunyi, “kemanakan, barajo ka mamak, mamak barajo ka panghulu, panghulu, baraho kamufakat, mufakat barajo ka nan bana, nan bana badiri sandirinyo”, (paman beraja ke paman, paman beraja ke pemungka adat, pemuka adat beraja kemufakat, mufakat beraja ke yang benar, yang benar berdiri sendiri). Artinya segala sesuatu harus diselesaikan dengan mengambil keputusan secara musyawarah menuju mufakat, akan tetapi harus berdasarkan kebenaran. Kebenaran ini diambil dari sisi pemikiran, serta adat dan dilengkapi dengan sempurna oleh kitabullah (Kitab Allah).


Para kemenakan adalah warga dan para penghulu sekaligus pemimpin, mereka semua adalah manusia-manusia yang bebas dan merdeka, kata mufakat melalui proses musyawarah dengan “baio-batido-beria-bertidak”, (beriyak bertindak) yang mengutamakan kepentingan bersama di atas yang lainnya. Prinsip yang dituntut di sini adalah prinsip demokrasi atas dasar “duduk sama rendah, tegak sama tinggi”. (duduk sama rendah, berdiri sama tinggi) di antara sesame dalam menyelesaikan semua persoalan, dengan semangat dan musyawarah: “ tiada kusut yang tidak terselesaikan dan tiada keruh yang terjernihkan”, (tidak ada kusut yang tidak bisa di selesaikan, dan tidak ada yang keruh tidak jernih). Proses musyawarah berjalan menurut jalur “alur nan patut”, (Alur yang pantas) dengan tujuan “bulat air di pembuluh, bulat kata di mufakat”, (bulat air di polongan, bulat kata di mufakat).

Jika dilihat dari segi demokrasi Minangkabau mengandung demokrasi egaliter dengan “duduk sama rendah tegak sama tinggi” ini diperkuat lagi dengan sifat-sifat hubungan yang terbuka, kompetitif, kooperatif dan resiprokal dengan prinsip: “lamak di awak katuju di urang” (disukai oleh kedua belah pihak; win-win cooperation). Prinsip yang sama adalah menerima perbedaan pendapat dan mengakomodasi konflik. Semua itu diungkapkan oleh adagium-adagium adat dalam bentuk pantun, pepatah dan peribahasa.

Adat dan kebudayaan Minangkabau juga menerima prinsip-prinsip pembaruan dengan otoritas change and stability. Akan tetapi ada hal yang tidak bisa di rubah dalam adat Minangkabau yaitu masalah agama, suku dan harta pusaka. Ini tertuang dalam pepatah adat yang berbunyi, “indak lakang dek paneh, indak lapuak ek hujan”, (tidak hancur oleh panas, tidak rusak oleh hujan). Ini adalah bagian adat yang sebenarnya adat.

Di tinjau dari segi agama, adat Minangkabau terbagi atas dua yaitu; yaitu adat yang bersifat jahiliyah dan adat yang bersifat Islamiyah. Adat yang bersifat jahiliyah dan adat yang bersifat jahiliyah terjadi ketika agama Islam belum masuk, karena masih banyak penyimpangan terjadi, sedangkan adat Islamiyah, yaitu adat yang telah sesuai dengan ajaran agama Islam dan berlandasan pad agama Islam. Hal ini ditandai dengan perubahan yang terjadi pada adat tersebut. Adat telah melakukan apa perintah dan larangan agama. Sehingga adat tersebut dikenal dengan pepatah Minangkabau, “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”.


Kepribadian Minangkabau merupakan salah satu contoh kekayaan Indonesia akan adat dan budaya. Semua adat dan kebudayaan yang di capai masyarakat Minangkabau bagian dari jati diri Bangsa Indonesia. Di situlah kita sebagai masyarakat Indonesia harus ingat, walau beragam, kita ini satu, Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika.



Daftar Pustaka

Bary Khairul, S.PdI, (2014), PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM ADAT MINANGKABAU MENURUT PEMANGKU ADAT DI SUMATERA BARAT, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar